Sabtu, 13 November 2010

Mengobarkan Semangat Berqurban


Sewaktu Nabi Ismail mencapai usia remajanya Nabi Ibrahim a.s. mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya. Dan mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara-cara turunnya wahyu Allah , maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim. Ia duduk sejurus termenung memikirkan ujian yang maha berat yang ia hadapi. Sebagai seorang ayah yang dikurniai seorang putera yang sejak puluhan tahun diharap-harapkan dan didambakan ,seorang putera yang telah mencapai usia di mana jasa-jasanya sudah dapat dimanfaatkan oleh si ayah , seorang putera yang diharapkan menjadi pewarisnya dan penyampung kelangsungan keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan qurban dan harus direnggut nyawa oelh tangan si ayah sendiri.

Namun ia sebagai seorang Nabi, pesuruh Allah dan pembawa agama yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya dalam bertaat kepada Allah ,menjalankan segala perintah-Nya dan menempatkan cintanya kepada Allah di atas cintanya kepada anak, isteri, harta benda dan lain-lain. Ia harus melaksanakan perintah Allah yang diwahyukan melalui mimpinya, apa pun yang akan terjadi sebagai akibat pelaksanaan perintah itu.
Sungguh amat berat ujian yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim, namun sesuai dengan firman Allah yang bermaksud:" Allah lebih mengetahui di mana dan kepada siapa Dia mengamanatkan risalahnya." Nabi Ibrahim tidak membuang masa lagi, berazam {niat} tetap akan menyembelih Nabi Ismail puteranya sebagai qurban sesuai dengan perintah Allah yang telah diterimanya.Dan berangkatlah serta merta Nabi Ibrahim menuju ke Makkah untuk menemui dan menyampaikan kepada puteranya apa yang Allah perintahkan.

Nabi Ismail sebagai anak yang soleh yang sgt taat kepada Allah dan bakti kepada orang tuanya, ketika diberitahu oleh ayahnya maksud kedatangannya kali ini tanpa ragu-ragu dan berfikir panjang berkata kepada ayahnya:" Wahai ayahku! Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepadamu. Engkau akan menemuiku insya-Allah sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah. Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu , agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan ayah, kedua agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya, ketiga tajamkanlah parangmu dan percepatkanlah perlaksanaan penyembelihan agar menringankan penderitaan dan rasa pedihku, keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku berikanlah kepadanya pakaian ku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya."Kemudian dipeluknyalah Ismail dan dicium pipinya oleh Nabi Ibrahim seraya berkata:" Bahagialah aku mempunyai seorang putera yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang dengan ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah."

Saat penyembelihan yang mengerikan telah tiba. Diikatlah kedua tangan dan kaki Ismail, dibaringkanlah ia di atas lantai, lalu diambillah parang tajam yang sudah tersedia dan sambil memegang parang di tangannya, kedua mata nabi Ibrahim yang tergenang air berpindah memandang dari wajah puteranya ke parang yang mengilap di tangannya, seakan-akan pada masa itu hati beliau menjadi tempat pertarungan antara perasaan seorang ayah di satu pihak dan kewajiban seorang rasul di satu pihak yang lain. Pada akhirnya dengan memejamkan matanya, parang diletakkan pada leher Nabi Ismail dan penyembelihan di lakukan . Akan tetapi apa daya, parang yang sudah demikian tajamnya itu ternyata menjadi tumpul dileher Nabi Ismail dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan sebagaimana diharapkan.

Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat dari Allah yang menegaskan bahwa perintah pergorbanan Ismail itu hanya suatu ujian bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sampai sejauh mana cinta dan taat mereka kepada Allah. Ternyata keduanya telah lulus dalam ujian yang sangat berat itu. Nabi Ibrahim telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan pergorbanan puteranya. untuk berbakti melaksanakan perintah Allah sedangkan Nabi Ismail tidak sedikit pun ragu atau bimbang dalam memperagakan kebaktiannya kepada Allah dan kepada orang tuanya dengan menyerahkan jiwa raganya untuk dikorbankan, sampai-sampai terjadi seketika merasa bahwa parang itu tidak lut memotong lehernya, berkatalah ia kepada ayahnya:" Wahai ayahku! Rupa-rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat wajahku, cubalah telangkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa melihat wajahku."Akan tetapi parang itu tetap tidak berdaya mengeluarkan setitik darah pun dari daging Ismail walau ia telah ditelangkupkan dan dicuba memotong lehernya dari belakang.

Dalam keadaan bingung dan sedih hati, karena gagal dalam usahanya menyembelih puteranya, datanglah kepada Nabi Ibrahim wahyu Allah dengan firmannya:" Wahai Ibrahim! Engkau telah berhasil melaksanakan mimpimu, demikianlah Kami akan membalas orang-orang yang berbuat kebajikkan ."Kemudian sebagai tebusan ganti nyawa Ismail telah diselamatkan itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih seekor kambing yang telah tersedia di sampingnya dan segera dipotong leher kambing itu oleh beliau dengan parang yang tumpul di leher puteranya Ismail itu. Dan inilah asal permulaan sunnah berqurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap hari raya Aidiladha di seluruh pelosok dunia.

Subhanallah…dari kisah di atas dapat kita ambil hikmah dan pelajaran sungguh indah kesabaran Nabi Ismail as dan kecintaan Nabi Ibrahim as kepada Allah swt, itulah bukti dari keimanan.
Keimanan dapat dilihat dari cinta yang hakiki namun kita harus hati-hati dengan cinta yang mendominasi, seperti cinta berkelebihan kepada harta, anak dan juga istri. Beberapa hal yang dapat mengobarkan semangat berqurban adalah:
1.Iman
Iman tidak selalu menjamin kita untuk berada selalu dalam berkelimpahan baik harta maupun kebahagian namun iman menjanjikan kita pada kelembutan Illahi. Seorang Khalilul Allah tidak selalu mendapatkan apa yang di inginkan.
2.Tauhid
Tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya untuk menempatkan cinta, harap, pinta dan segala-galanya.
3.Ikhlas
Ikhlas bukan berarti tidak berat. Seperti nabi Ibrahim yang akan menyembelih nabi Ismail, ikhlaskah ia ? ya ikhlas… namun mudahkah ? tidak, berat bagi nabi Ibrahim untuk menyembelih putra yang telah dinanti-nantinya bertahun-tahun namun bukan berarti tidak ikhlas, saking beratnya disaat akan menyembelih Ismail, nabi Ibrahim menutup matanya karena ia tidak tega menyembelih anaknya sendiri.
Dan pahala dihitung sesuai dengan kadar kepayahan yang dijalani.
4.Kesungguhan/Kemanusiaan
5.Kebermanfaatan
Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.


Ringkasan ceramah dari Ust. Salim A Fillah dan Ust. Syarif Hidayat dalam acara Mabit Ashabul Qur’an 12-13 November 2010
Tempat: Mesjid Salman ITB

Kamis, 11 November 2010

Susahnya Istiqomah


Andaikan saja kita menyadari betapa besarnya kuasa Illahi dan amanah yang kita emban, tentu kita tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan oleh Allah begitu saja, memang susah untuk bertahan dijalan yang penuh liku, tidak sedikit godaan yang selalu mengintai kita begitu banyak kemaksiatan yang terjadi di depan mata.
Kalau saja kita menyadari betapa kehidupan ini hanya sementara dan akhiratlah yang kekal abadi, tentulah kita tidak akan bermain-main di dunia ini dan menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tiada gunanya.
Sama halnya dengan kesuksesan, yang susah itu bukan untuk meraihnya melainkan untuk mempertahankan kesuksesan tersebut. Begitu juga dengan keimanan dan dakwah, yang susah itu bukan meraihnya melainkan untuk mempertahankannya.
Lantas, Akankah kita tetap bertahan dijalan ini atau menyerah tanpa syarat? Tidak, ada harapan yang harus kita bingkai rapi dengan keimanan dalam ruang jiwa. Dimanapun berada, kapanpun itu syari’at islam harus tetap ditegakkan.
Terkadang memang jiwa ini letih, kaki ini mulai tertatih untuk menjalani semuanya namun begitu jangan biarkan keletihan itu terus menyelimuti diri, kita harus bangkit dan tetap bertahan hingga kita temui bahwa janji Allah itu adalah benar.

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah, maka mereka akan dibebaskan dari rasa takut dan kesedihan. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-Ahqof: 13-14)
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku untuk selalu berada di atas agama-Mu” (HR. Tirmidzi, no 2066. Ia berkata: “Hadits Hasan”)