Jumat, 04 Februari 2011

Karena Sabar, Mereka Menjadi Besar


Wahai saudariku, masihkah engkau ingat kisah tentang Yusuf As.? Pada suatu ketika dia berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan, kulihat semuanya sujud kepadaku.” (Qs. Yusuf:4)
Kisah ini dimulai dari yusuf kanak-kanak. Pada suatu hari ia bangun dari tidurnya. Dalam tidur ia bermimpi sangat aneh. Mimpi tersebut diceritakan kepada sang ayah, Nabi Yakub As.
Yusuf melihat sebelas bintang bersama matahari dan bulan bersujud kepadanya. Nabi Yakub tahu arti mimpi itu, karena cahaya kenabian ada dalam hatinya. Nabi Yakub tidak menjelaskan arti mimpi itu kepada Yusuf demi kemaslahatan. Ia berpikir lebih baik berpesan kepada Yusuf untuk merahasiakan mimpi tersebut agar tidak diketahui saudara-saudaranya. Karena cerita itu bila didenganr akan menimbulkan kedengkian yang tersembunyi, permusuhan yang selalu menganca dan balas dendam yang menyakitkan.
Pesan luhur Nabi Yakub tersebut diamalkan oleh Yusuf As. Dalam sebuah hadits telah diterangkan, “Berusahalah untuk menyimpan rahasia dalam memenuhi kebutuhanmu, karena setiap kenikmatan ada yang iri hati kepadanya.”
Yusuf menggunakan kata “sajidin” yang merupakan bentuk jamak untuk orang yang berakal bukan menggunakan kata “sajidat”. Karena yang dimaksud benda-benda yang bersujud adalah orang-orang yang berakal. Dan ini menunjukkan cerita yang tidak biasa. Bahkan memberikan isyarat masa depan yang cemerlang bagi Yusuf.
Yusuf akan punya kejutan bersama sejarah. Punya kekuasaan bersama masa. Punya petualangan bersama hari-hari. Ia akan sampai pada kenyataan mimpi ini. Hanya saja melalui penyeberangan jalan yang dipenuhi duri, kelelahan, keberatan, cobaan, airmata, pengaduan, perpisahan, makar, tipu muslihat, penjara dan belenggu, pencemaran nama baik, ujian dan kesabaran.
Karena derajat yang luhur tidak dapat dicapai kecuali dengan kerja keras dan pengorbanan besar. Aturan alam sudah mengatur demikian agar keberhasilan menjadi lebih nikmat dan pemberian menjadi mahal harganya.
Dalam al-Quran disebutkan,
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surge, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah:214).
Demi Allah, tidak mungkin! Seseorang tidak akan sampai pada kekuasaan besar, kebahagian yang mulia, derajat ibadah yang sebenarnya, kecuali dengan usaha maksimal, keringat bercucuran, darah mengalir, harga diri tercoreng iri hati, popularitas yang dicemarkan orang-orang jahat, jantung gemetar karena intimidasi, hati yang terpanggang di atas bara, dan kekacauan yang bias menyebabkan rambut anak-anak beruban.
Kemenangan diraih dengan kepiawaian. Buku diperoleh dengan kekuatan. Kemulian didapat dengan pengorbanan. Buah dipetik dengan cara yang berhak. Hadiah diberikan karena keahlian. Nabi Adam As. Menyesal dan bertaubat karena telah memakan buah khuldi, lantas kemudian Allah mengampuninya dan menjadikannya mulia dan tinggi derajatnya. Nabi Nuh sangat tertekan dengan anaknya yang durhaka, isterinya yang tidak taat dan masyarakat yang memusuhi.
Nabi Musa merasakan kepahitan dalam menghadapi berbagai peristiwa yang membuat hatinya bergetar karena berbagai tuduhan yang menyakitkan, rintangan, perang, ditinggalkan kawan dan medapat intimidasi dari kaumnya sendiri.
Nabi Ibrahim mengisi hidupnya dengan jihad fi sabilillah akan tetapi dianggap bapaknya sebagai pendusta. Ia diperintah untuk menyembelih anaknya, dijauhi oleh kaumnya, dilempar ke dalam api, mengalami berbagai kesulitan, tekanan dan musibah.
Penutup para Nabi, Muhammad Saw. Juga mengalami ujian dan cobaan. Cobaan-cobaan itu berguna agar ia menjadi lebih tinggi derajatnya, lebih kuat kedudukannnya dan lebih bahagia. Ayahnya meninggal sewaktu kecil beliau dalam kandungan. Ibunya wafat ketika beliau masih kecil. Kemudian diikuti oleh kakeknya yang mengasuhnya. Pamannya meninggal saat beliau dalam keadaan lemah. Ditambah isterinya, Khadijah menyusul pamannya.
Beliau juga merasakan pahitnya kefakiran, sulitnya penghasilan hidup, pedihnya kelaparan, sedikitnya orang yang membantu, merasakan demam, dan dilukai tubuhnya. Allah selalu bersamanya hingga ia mencapai derajat tinggi dan mendapat balasan akhir yang indah. Bahkan ia telah memperoleh pangkat dan kedudukan yang mulia.
YAKINLAH…ALLAH YANG MAHA PEMBERI, MAHA PENGASIH PASTI AKAN MEMBERI KEMUDAHAN.

(diambil dari buku La Tahzan untuk wanita Karangan Dr. Aidh Abdullah Al Qarni)